Rabu, 04 Januari 2017

Lahirnya Kembali Kesenian Sandur di Bojonegoro



 Pagelaran Seni sandur mulai muncul kembali di Bumi Angling Dharma Bojonegoro, setelah sekian lama tidak pernah memunculkan batang hidungnya akhir - akhir ini kesenian yang berbentuk Teater Tradisional tersebut mulai sering menampakkan lagi wajahnya dengan sajian yang sederhana, yang mana menjadi ciri khas dari kesenian sandur tersebut.
            Sebelumnya, kesenian sandur ini sempat mengalami kemunduran setelah terjadinya peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1960 lalu. Hal ini disebabkan karena kesenian sandur dianggap telah disusupi oleh lembaga kesenian masyarakat  (Organisasi Massa milik PKI). Dengan situasi politik saat itu membuat kesenian sandur menjadi semakin terpojok dan mengalami kemunduran yang sangat drastis.
            Hingga pada tahun 1978, kesenian ini muncul kembali namun baru di tahun 1993 sandur mulai dipentaskan dan meningkatnyapun sangat drastis. Hingga saat ini kesenian yang terdiri dari Delapan adegan yang terbagi dalm Tiga babak tersebut kini telah beberapa kali dipentaskan dengan bentuk dramatikal yang lebih tertata.
            Saat ini Keberadaan kesenian sandur sering dijumpai di daerah Ledok kulon, Kabupaten Bojonegoro, Tepatnya di Sanggar sayap Jendela. Dalam kegiatanya, komunitas ini melakukan latihan rutin tiap Tiga bulan sekali, dan beberapa kali seni sandur dipentaskan. Peserta dalam kegiatan ini kebanyakan dari kalangan pelajar SMP maupun SMA. Adapun juga anak-anak kecil yang semangat dalam melestarikan kesenian Sandur ini.
Ditemui, Mas Takim sebagai Salah satu perintis Komunitas Sayap jendela mengungkapkan, bahwa “Kesenian sandur  ini sering kami pentaskan dan kami ajarkan kepada teman-teman SMA/SMP dan masyarakat yang ingin melestarikan kesenian ini, selain pentas Teater Modern seperti Pantomim dan sebagainya kami juga sering mementaskan kesenian sandur, karena sandur ini merupakan kesenian asli Bojonegoro yang harus kita kawal dan lestarikan, melihat semakin kebelakang kesenian sandur mulai tergerus oleh kemajuan zaman dan teknologi yang menyebabkan anak-anak lebih menyukai budaya luar daripada budaya asli daerahnya. tari-tari K-pop dan sejenisnya menjadi budaya bagi anak-anak penerus Budaya asli Bojonegoro saat ini, maka dari situlah bagaimana supaya budaya lokal ini bisa tetap terjaga kita kembalikan lagi pada anak-anaknya, kemudian dari kami harus memberi wawasan dan pengenalan-pengenalan kesenian sandur kurang lebihnya melalui komunitas ini”.

NAMA                        : M. SHOHIBUL ANWAR
ALAMAT BLOG       : bangiphul98@gmail.com (M. Shohibul Anwar)

Kamis, 23 Juni 2016

Hikmah Ibadah Puasa Ramadhan



Ibadah puasa Ramadhan memiliki banyak keutamaan, dan diantara keutamaan tersebut sebagian besar manfaat/hikmahnya merupakan untuk diri kita sendiri.
Hikmah berpuasa yang kita dapatkan ini tentunya berkaitan erat dengan amalan puasa yang kita jalani dan tentunya amalan pada puasa ramadhan bukanlah hanya menahan makan dan minum saja, melainkan juga menjalankan amalan ibadah Ramadhan lainnya, seperti bersedekah, Itikaf, Silaturahmi, Menghindari diri  dari yang haram, dan banyak lagi.
Maka dari itu, agar lebih termotivasi dalam menyempurnakan puasa tahun 2013 ini, kami sajikan untuk Anda 10 hikmah melaksanaka ibadah puasa Ramadhan yang dikutip dari berbagai sumber, selamat menyimak.
  1. Melatih Disiplin Waktu — Untuk menghasilkan puasa yang tetap fit dan kuat di siang hari, maka tubuh memerlukan istirahat yang cukup, hal ini membuat kita tidur lebih teratur demi lancarnya puasa. Bangun untuk makan sahur dipagi hari juga melatih kebiasaan untuk bangun lebih pagi untuk mendapatkan rejeki (makanan).
  2. Keseimbangan dalam Hidup — Pada hakikatnya kita adalah hamba Allah yang diperintahkan untuk beribadah. Namun sayang hanya karena hal duniawi seperti pekerjaan, hawa nafsu dan lain-lain kita sering melupakan kewajiban kita. Pada bulan puasa ini kita terlatih untuk kembali mengingat dan melaksanakan seluruh kewajiban tersebut dengan imbalan pahala yang dilipatgandakan.
  3. Mempererat Silaturahmi — Dalam Islam ada persaudaraan sesama muslim, akan tampak jelas jika berada dibulan Ramadhan, Orang memberikan tajil perbukaan puasa gratis. Sholat bersama di masjid, memberi ilmu islam dan banyak ilmu Islam di setiap ceramah dan diskusi keagamaan yang dilaksanakan di Masjid.
  4. Lebih Perduli Pada Sesama — Dalam Islam ada persaudaraan sesama muslim, akan tampak jelas jika berada dibulan Ramadhan, Orang memberikan tajil perbukaan puasa gratis. Sholat bersama di masjid, memberi ilmu islam dan banyak ilmu Islam di setiap ceramah dan diskusi keagamaan yang dilaksanakan di Masjid.
  5. Tahu Bahwa Ibadah Memiliki Tujuan — Tujuan puasa adalah melatih diri kita agar dapat menghindari dosa-dosa di hari yang lain di luar bulan Ramadhan. Kalau tujuan tercapai maka puasa berhasil. Tapi jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada arti apa-apa. Jadi kita terbiasa berorientasi kepada tujuan dalam melakukan segala macam amal ibadah.
  6. Tiap Kegiatan Mulia Merupakan Ibadah — Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
  7. Berhati-hati Dalam Berbuat — Puasa Ramadhan akan sempurna dan tidak sia-sia apabila selain menahan lapar dan haus juga kita menghindari keharaman mata, telinga, perkataan dan perbuatan. atihan ini menimbulkan kemajuan positif bagi kita jika diluar bulan Ramadhan kita juga dapat menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa seperti bergunjing, berkata kotor, berbohong, memandang yang dapat menimbulkan dosa, dan lain sebagainya.
  8. Berlatih Lebih Tabah — Dalam Puasa di bulan Ramadhan kita dibiasakan menahan yang tidak baik dilakukan. Misalnya marah-marah, berburuk sangka, dan dianjurkan sifat Sabar atas segala perbuatan orang lain kepada kita. Misalkan ada orang yang menggunjingkan kita, atau mungkin meruncing pada Fitnah, tetapi kita tetap Sabar karena kita dalam keadaan Puasa.
  9. Melatih Hidup Sederhana — Ketika waktu berbuka puasa tiba, saat minum dan makan sedikit saja kita telah merasakan nikmatnya makanan yang sedikit tersebut, pikiran kita untuk makan banyak dan bermacam-macam sebetulnya hanya hawa nafsu saja.
  10. Melatih Untuk Bersyukur — Dengan memakan hanya ada saat berbuka, kita menjadi lebih mensykuri nikmat yang kita miliki saat tidak berpuasa. Sehingga kita dapat menjadi pribadi yang lebih mensyukuri nikmat Allah SWT.
Demikianlah hikmah dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, semoga bermanfaat bagi kita umat muslim.

Model Pembelajaran Integrated Twin Towers (serial 1)

Oleh: Akh. Muzakki
Ketua Tim Konversi UINSA
Integrasi keilmuan
Mengembangkan keislaman
Jiwa pertiwi bermartabat
Berkembang – berkembang
Puji syukur kepadaMu
Kujunjung dan kusanjungkan
Nusa Bangsa dan Negara Indonesia
UINSA tercinta jaya
Itulah bait ref dari lirik Hymne UINSA yang menjadi lagu wajib keluarga besar Universitas Islam negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, kampus yang kini lebih dikenal dengan akronim UINSA. Bait ref itu dengan sangat baik sekali menggambarkan semangat dasar pengembangan keilmuan yang dilakukan oleh UINSA: integrasi keilmuan. Semangat integrasi keilmuan tersebut diwujudkan dengan mengembangkan desain akademik ilmu-ilmu keislaman, sosial-humaniora, serta sains dan teknologi yang berbasis pada karakter dan kultur keislaman yang berakar pada kekhasan nasional Indonesia.
Hymne UINSA itu sendiri menandai era baru pengembangan keilmuan yang menjadi konteks dari pengembangan kelembagaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi UIN. Muatan integrasi keilmuan yang diusung oleh bait ref dari lirik Hymne UINSA di atas merupakan nilai yang juga diamanatkan oleh, dan menjadi pertimbangan lahirnya, Peraturan Presiden RI Nomor 65 Tahun 2013 tentang perubahan IAIN Sunan Ampel Surabaya menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam poin "menimbang", Perpres tersebut menyebutkan: "bahwa dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan proses integrasi ilmu agama Islam dengan ilmu lain serta mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang PerubahanInstitut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya."
Pesan partikularnya, perubahan kelembagaan IAIN menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya di antaranya dilatarbelakangi oleh kepentingan integrasi keilmuan. Untuk kepentingan spesifik pengembangan integrasi keilmuan itu, kelembagaan IAIN Sunan Ampel Surabaya dikembangkan menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya. Sebagai konsekuensi akademik dari perubahan kelembagaan dimaksud, berbagai disiplin keilmuan memungkinkan untuk dibuka dan diselenggarakan di dalamnya. Disiplin keilmuan selain ilmu-ilmu keislaman dilegalisasi untuk diselenggarakan bersama ilmu-ilmu keislaman itu sendiri. Oleh karena itu, dalam perspektif stuktur organisasi dan tata kelola, sejumlah program studi (prodi) dan fakultas baru yang berbasis keilmuan selain ilmu-ilmu keislaman dibuka. Prodi-prodi dan fakultas-fakultas tersebut mendampingi prodi-prodi dan fakultas-fakultas yang berbasis ilmu-ilmu keislaman yang selama ini ada.
Perubahan kelembagaan di atas bisa diibaratkan begini: rumah sudah berubah dan sudah direnovasi. Kamar-kamar lama diperbaiki dan dikembangkan. Kamar-kamar baru juga sudah disiapkan. Kalau sebelumnya, sebagai misal, di tanah yang luas itu hanya didirikan rumah dengan bangunan 200 m2, maka sekarang rumah itu diperlebar. Desainnya dibuat sedemikian rupa untuk mengakomodasi pelebaran bangunan rumah itu. Kalau sebelumnya rumah itu berisi 5 kamar, sebagai contoh lain, kini rumah itu dikembangkan dengan tambahan 4 kamar baru. Kamar lama tetap ada dengan beberapa renovasi, dan kamar baru dibuat secara berdampingan atau berjajar dengan kamar yang lama. Walhasil, rumah beserta kamar-kamar yang ada di dalamnya telah diperbaiki dan bahkan dibangun kembali dengan sejumlah penambahan baru. Namun, 5 kamar lama tetap menempati posisi utama di rumah baru itu.
Pekerjaan yang tersisa adalah bagaimanakah mendesain interior dan menata barang-barang di dalam rumah itu agar memunculkan suasana yang baru, segar, dan sehat untuk kebaikan dan perbaikan kualitas hidup penghuninya. Termasuk pula bagaimana mereka yang tinggal di dalamnya ikut berubah pemahaman, sikap dan perilaku saat mereka sudah berada di dalam rumah dan kamar baru itu. Kebiasan luhur selama ini memang cukup banyak, mulai dari pemahaman bahwa rumah itu harus Islami hingga praktik yang menghendaki agar nilai Islam menjadi bagian dari kehidupan. Semua itu mesti dilestarikan di rumah dan kamar baru itu.
Namun demikian, sangat tidak diharapkan jika di rumah dan kamar yang telah dibuat baru dengan desain interior dan perlengkapan yang baru, segar, dan sehat pula itu, masih berkembang pemahaman, sikap dan perilaku lama yang tidak sehat pada para penghuni. Yang diharapkan, minimal, ada beberapa penyesuaian pemahaman, sikap dan perilaku dari penghuni terhadap tuntutan, harapan, dan kondisi yang diidealisasikan tumbuh-berkembang di rumah dan kamar baru dengan berbagai potensi yang ada di dalamnya. Itu semua dibutuhkan agar pemahaman, sikap dan perilaku bergerak seiring dengan perubahan rumah dan kamar dengan berbagai fasilitas baru yang ada di dalamnya.
Atas dasar itu semua, makna penting dari substansi yang dikembangkan oleh ilustrasi perubahan kelembagaan di atas sudah dari awal dipikirkan secermat mungkin. Desain integrasi keilmuan sudah sejak dari awal niat pengembangan kelembagaan (tahun 2009) dibuat dan menjadi bagian penting dari paket perubahan IAIN Sunan Ampel menjadi UINSA. Seperti dijelaskan dalam buku Desain Akademik UIN Sunan Ampel Surabaya (2013), pengembangan keilmuan di UINSA menggunakan paradigma integrated twin towers. Secara epistemologis, paradigma keilmuan integrated twin towers, sebagaimana diuraikan buku tersebut (2013: 34-35),membangun:
struktur keilmuan yang memungkinkan ilmu keagamaan dan ilmu sosial/humaniora serta ilmu alam berkembang secara memadai dan wajar. Keduanya memiliki kewibawaan yang sama, sehingga antara satu dengan lainnya tidak saling merasa superior atau inferior. Ilmu keislaman berkembang dalam kapasitas dan kemungkinan perkembangannya, demikian pula ilmu lainnya juga berkembang dalam rentangan dan kapasitasnya. Ilmu keislaman laksana sebuah menara yang satu dan ilmu lainnya seperti menara satunya lagi. Keduanya tersambung dan bertemu dalam puncak yang saling menyapa, yang dikenal dengan konsep ilmu keislaman multidisipliner. Menara yang satu menjadi subject matter dan lainnya sebagai pendekatan, sebagaimana diuraikan di atas.
Desain akademik yang didasarkan pada paradigma integrated twin towers di atas memiliki peranan penting untuk lahirnya integrasi keilmuan yang baik dengan memberi manfaat akademik resiprokal yang kuat kepada disiplin keilmuan yang berbeda-beda di dalam struktur kelembagaan UINSA. Peranan penting ini pun sudah digambarkan oleh buku Desain Akademik UIN Sunan Ampel Surabaya (2013:28) tersebut sebagaimana berikut: "Harapannya, melalui pengembangan kelembagaan dalam wadah UIN, IAIN Sunan Ampel Surabaya dapat memberi kontribusi perkembangan ilmu melalui menara kembar tersambung yang dibangun, dengan memberikan perhatian yang sama terhadap dua sisi ilmu (agama dan umum) sehingga dapat menjadi penerang bagi satu sama lain."
Output pendidikan yang ingin diraih dari integrasi keilmuan berparadigma integrated twin towers di atas adalah terciptanya lulusan yang ulul albab. Al-Qur'an sendiri sebanyak 16 kali menyebut konsep ulul albab untukmenjelaskan pentingnya sumber daya manusia dengan kualifikasi personal dan sosial, akademik dan non-akademik, seperti yang salah satunya ingin diciptakan oleh UINSA. Buku Desain Akademik UIN Sunan Ampel Surabaya (2013:46) telah mencatat, figur ulul albab tersebut bisa dicirikan melalui pribadi yang mampu mengintegrasikan praktik dzikir dan fikir dalam praktik kehidupan sehari-hari (al-Qur'an 39:9; 3:7), memiliki kedewasaan bersikap dan mengambil pilihan yang terbaik dalam hidup berdasarkan petunjuk ilahi (al-Qur'an 39:18; 5:100), serta mempersembahkan kemapanan intelektual (al-Qur'an 39:18; 3:190).
Melalui integrasi keilmuan berparadigma integrated twin towers di atas, UINSA memaknai dan menerjemahkan secara lebih konkret konsep ulul albab ke dalam standar kompetensi lulusan yang memiliki kekayaan intelektual, kematangan spiritual, dan kearifan perilaku. Kekayaan intelektual diharapkan mampu mengatarkan individu lulusan yang memiliki kepribadian smart (cerdas). Kematangan spiritual diidealisasikan agar tertanam kuat dalam diri inidividu lulusan kepribadian honourable (bermartabat). Kearifan perilaku dimaksudkan agar individu lulusan diperkaya dengan kepribadian pious (berbudi Luhur). Dengan ciri khas pengembangan akademik-keilmuan ini semua, maka UINSA mengembangkan semboyan "Smart (Cerdas)–Pious (Berbudi Luhur)–Honourable (Bermartabat)" sebagai platform lembaga.

Membendung Radikalisme di Kampus


Oleh: Wasid Mansyur
Tim Akademik Pusat Ma’had al-Jami’ah UIN Sunan Ampel Surabaya
Di berbagai kampus, baik negeri maupun swasta, hari-hari ini mulai kedatangan mahasiswa Baru dalam rangka agar terdaftar di kampus yang ditentukan sebagaimana terjadi dalam tahun-tahun sebelumnya. Berbagai agenda awal rutinan menanti bagi mereka yang terdaftar, misalnya Orientasi Kemahasiswaan (baca: Ospeks atau Oscar) dalam rangka mengenalkan berbagai aktivitas kampus dari kegiatan kependidikan hingga kegiatan organisasi internal kemahasiswaan.
Kehadiran mahasiswa menjadi petanda bahwa pendidikan tinggi ini masih dipandang salah satu lembaga penting dalam rangka melahirkan kader-kader masa depan sesuai dengan bidang-bidang yang digelutinya, meskipun tidak sedikit di antara anak bangsa itu tidak bisa mengikutinya akibat terjerat problem kemiskinan. Tidak ada harapan dari mereka, kecuali agar mampu memberikan kontribusi bagus bagi keberlangsungan dunia pendidikan di kampusnya masing-masing, sekaligus dari mereka muncul komitmen untuk terus terlibat dalam perbaikan apapun di negeri ini.
Namun, harapan itu mengalami beragam tantangan, khususnya berkaitan dengan perubahan cara berpikir mahasiswa yang berbeda bila dibandingkan ketika masih di tingkat Sekolah Menengah Atas atau Aliyah. Dalam kondisi transisi pola pikir ini, mahasiswa mudah disusupi ideologi radikal oleh kelompok tertentu dengan ragam bentuknya, dari pendekatan personal hingga penyebaran pamflet yang berisi ajakan penegakan Syari’ah Islam dan Khilafah Islamiyah, termasuk menolak sistem demokrasi yang dipandang sesat.
Tak anyal, penulis dalam salah satu kesempatan di Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN Sunan Ampel, melihat keresahan tergambarkan dari para wali mahasiswa agar anak-anak mereka bebas dari segala bentuk radikalisasi. Ketakutan para wali ini cukup beralasan sebab tindakan kelompok radikal dengan nama apapun cukup meresahkan bukan saja dalam konteks keyakinan yang cenderung memaksakan dan memandang yang lain salah, tapi sering kali tindakannya bertentangan dengan spirit nilai-nilai berbangsa yang dibangun di atas pondasi kedamaian dalam perbedaan.
Maka, tidak heran beberapa kampus menjadi incaran, dan tidak sedikit berbagai tindakan radikal dan teror telah melibatkan mahasiswa dari kampus tertentu. Pertanyaannya, siapa yang bertanggungjawab?, padahal kampus adalah arena persemaian terdidik yang mengedepankan tradisi ilmiah, rasional dan pembibitan karakter berkepedulian pada sesama sebagai mana tersirat dalam nilai-nilai Tri Darma Perguruan Tinggi.
Perlunya Smart Movement
Munculnya ajakan jihad yang dilangsir media youtobe oleh kelompok radikal yang tergabung dalam Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) baru-baru ini memantik keprihatinan banyak pihak, apalagi ajakan jihad ini dilakukan oleh pemuda Indonesia. Memang, ISIS adalah gerakan lokal, tapi bila ajakannya dibiarkan tidak mustahil mahasiswa dan pemuda lainnya akan tertarik dengan model gerakannya, yang otomatis akan menjadi bom waktu bagi keutuhan NKRI.
Untuk itu, dalam konteks kampus perlu gerakan cerdas (smart movement) dalam membendung radikalisasi dengan jenis dan nama apapun, termasuk ISIS. Pertama, perlunya terus mengembangkan dan menebarkan nalar teologis yang lebih menyejukkan di kampus, apalagi dalam kampus-kampus umum yang notabenenya nuansa materi keagamaan lebih sedikit dari pada materi umum.
Bisa dibayangkan, bila kampus tidak melakukan filterisasi ideologi radikal atas materi keagamaan yang diajarkan. Setidaknya, pembibitan baru kelompok radikal akan bermunculan, bahkan kampus tertentu akan menjadi sarang radikalisme. Oleh karenanya, munculnya pesantren mahasiswa (ma’had al-Jami’ah) selama ini di berbagai kampus diakui adalah salah satu alternatif dari langkah membendung radikalisme, di samping peran para pengajar dan civitas kampus dalam memberikan keteladanan untuk menyuburkan teologi toleran dan moderat tidak kalah pentingnya.
Sementara kedua, harus ada orientasi jelas dari keorganisasi keagamaan, baik internal maupun eksternal. Artinya, organisasi kemahasiswaan harus semestinya bebas dari paham radikal dan berideologi keindonesiaan sebab mereka termasuk salah satu stakeholder komunitas kampus. Karenanya, sinergitas pimpinan kampus dengan organisasi mahasiswa menjadi penting agar komitmen pimpinan kampus memerangi radikalisme benar-benar direspon secara baik di level mahasiswa.
Dengan begitu, maka perlu kegiatan atau training apapun dilakukan secara masif agar tercipta dalam diri mahasiswa untuk selalu berkreasi dan berinovasi dalam menatap kehidupan, misalnya training kepemimpinan atau kewirausahaan serta kepenulisan. Pasalnya, pandangan sempit yang dialami para mahasiswa tertentu dalam memaknai hidup acap kali membuat mereka tergoda dalam mengambil jalan pintas untuk melakukan perubahan hidup, apalagi dengan “iming-iming” mendapat kebahagian abadi di Surga melalui semangat jihad.
Akhirnya, gerakan cerdas membendung radikalisme ini tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Harus ada kerja sama semua civitas akademik kampus, sekaligus menjadikan radikalisme sebagai musuh bersama. Dengan cara-cara seperti ini, kita berharap radikalisme betul-betul tidak ada di kampus manapun, lebih-lebih di kampus umum karena memang kita hidup di Indonesia dengan nilai-nilai keragaman yang harus dipertahankan melalui sikap saling menghormati dan terus menyuburkan semangat gotong-royong.

MENGAPA PERLU MORALITAS LUHUR DI KAMPUS?

Wasid Mansyur
Akademik Pusat Ma’had Al-Jami’ah UINSA Surabaya
Drs. Rijalul Faqih, Msi, selaku kabag akademik UIN Sunan Ampel dalam sambutannya ketika pelaksanaan apel pagi pada hari kamis, mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa beberapa wali mahasiswa meng-kuliahkan anaknya di UIN Sunan Ampel adalah agar kelak anaknya memiliki moralitas luhur setelah lulus.
Pernyataan salah satu wali mahasiswa itu disampaikan dalam forum pertemuan wali mahasiswa di Audutorium UIN-SA baru-baru ini. Secara prinsip pernyataan ini penting, apalagi diketahui bahwa yang memiliki harapan itu adalah wali mahasiswa yang bekerja sebagai paramedis di salah-satu rumah sakit terkenal di Surabaya. Sekalipun dia larut selama 20 tahun-an dalam dunia kedokteran, tapi hasratnya pada pendidikan moral cukup besar berharap kepada civitas UIN Sunan Ampel sebab moralitas ini –menurut keyakinnya-- kelak yang akan mengantarkan anaknya selamat, bukan hanya dunia dan akhirat (salamatan fi al-dunya wa al-akhirat).
Pernyataan wali mahasiswa ini, mengingatkan pada pendiri Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri, yakni K.H.A. Djazuli Ustman yang dikenal dengan sang Blawong. Dalam buku K.H. A. Djazuli Ustman; Sang Blawong Pewaris Keluhuran (2011) disebutkan Bahwa Mas’ud, sebutan kecil K.H. A. Djazuli Ustman, adalah dikenal memiliki kecerdasan di luar rata-rata bahkan bahasa Belanda dikuasainya dengan baik, termasuk matematika, ilmu ukur dan lain-lain, setelah lulus dari Hollandsch-Inlandsche School (HIS) setingkat SLTA (hal,15).
Tak anyal, ayahnya Pak Ustman yang dikenal sebagai naib –kelas bangsawan ketika itu-- berkeinginan besar mengantarkan Mas’ud menjadi dokter, tidak seperti dirinya sebagai naib. Atas keinginan keras ini, Mas’ud melanjutkan studi di Stovia (UI, sekarang) dalam jurusan kedokteran. Namun, dalam waktu yang singkat, pak Ustman akhirnya harus rela memanggil pulang Mas’ud dan harus dipondokkan, setelah mendapat anjuran Kiai Ma’ruf Kedunglo, salah satu santri Kiai Kholil Bangkalan. Anjuran Kiai Ma’ruf, yang dikenal memiliki ketajaman mata hati (baca: bashirah), direspon oleh Pak Ustman dengan ikhlas tanpa sedikit penyesalan.
Setelah perjalanan waktu, sulit dikira akhirnya prediksi batin Kiai Ma’ruf cukup tepat, Mas’ud yang akhirnya dikenal dengan K.H. A. Djazuli Ustman adalah pendiri dan pengasuh Al-Falah Mojo Kediri, yang saat ini pondok ini terus mengalami perkembangan pesat dan menjadi jujukan santri-santri dari berbagai daerah, dengan jumlah ribuan alumni yang menyebar ke seantaro Indonesia.
Dua cerita ini, secara substansi memiliki kesalamaan, sekalipun dalam cerita yang berbeda. Di satu sisi, anak naib yang kelak akan diproyeksikan menjadi dokter ternyata harus dipondokkan. Di sisi yang berbeda anak paramedis yang menginginkan kelak anaknya memiliki moralitas luhur dalam kehidupannya, sekalipun tidak harus menjadi dokter. Substansi yang dimaksud adalah, sama-sama memahami bahwa moralitas luhur adalah segala-galanya di atas kemampuan intelektual.
Konteks Kampus
Bertolok dari dua cerita ini, sebagai insan kampus keharusan civitas UIN-SA berfikir serius pada pengawalan moralitas luhur mahasiswa UIN-SA adalah kebutuhan yang sulit ditawar-tawar, di samping serius meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menguasai disiplin keilmuannya sesuai dengan jurusannya masing-masing. Semangat ini sebenarnya telah tersirat dari slogan “Building Character Qualities; for the Smart, Pious, Honorable Nation”, yang terpampang di berbagai media kampus.
Alasan mengapa moralitas luhur itu penting sebab generasi saat ini adalah calon pemimpin di era kedepan. Kondisi kebangsaan kita yang masih mudah goyang, baik dilihat dari sisi ekonomi maupun politik ke depan membutuhkan individu-individu yang tangguh dalam berbagai bidang, setidaknya muncul dari para alumni UIN-SA.
Ketangguhan itu dibarengi dengan moralitas luhur sebagai karakter diri, yakni moralitas yang mampu tidak hanya berpikir untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain sebagai sarana pengabdian kepada sang Khaliq, Allah Swt. pasalnya, moralitas luhur sejatinya adalah manifestasi dari upaya membumikan nilai-nilai ketuhanan (tajalli wa ardiyatu-l-rububiyyah).
Ketika semangat integrasi keilmuan diteriakkan oleh kampus ini --semenjak menjadi UIN-SA-- semakin nyaring, maka menjadikan moralitas luhur masuk dalam materi-materi kemahasiswaan, khususnya mahasiswa yang jurusan umum, menjadi niscaya. Sekalipun belajar teori-teori politik, misalnya dari teori Barat sekalipun, perlu disusupi pikiran bagaimana perlunya membangun politik kemaslahatan dan kebangsaan. Tidak seperti sekarang ini, kita masih menyaksikan politik masih terjebak pada semangat prosedural, dari pada substansi.
Bekal moralitas luhur ini kelak yang akan membentengi mahasiswa, ketika kelak lulus dari UIN-SA baik aktif sebagai akademiki, politisi, dokter, psikolog dan seterusnya. Munculnya, politisi atau dokter yang bermoral luhur, misalnya kelak akan mengangkat citra kampus ini benar-benar menjadi persemaian bagi terciptanya kader bangsa yang memiiliki integritas dan keperibadian.
Inilah secuil pikiran tentang pentingnya moralitas luhur dalam kampus. Sebagai manusia yang beragama kita diajarkan untuk percaya pada sesuatu yang non-materi (baca: ghaib), tidak seperti kepercayaan materialistik-positivistik. Semangat ini harus kita pupuk bersama baik dosen, karyawan hingga mahasiswa, yang riilnya secara akademik bahwa basis keilmuan secara aksiologis tidak melulu berpikir materi, tapi harus juga berpikir non-materi kaitannya karakter tentang kejujuran, keikhlasan dan pengabdian, yang merupakan wujud dari komitmen aman-tu bi-l-lahi wa rasulihi wa yawmi-al-akhiri…. Semoga.

IMPLEMENTASI TQM DI UINSA


Lesson learned fromshortcourse on TQM in Marmara & Istanbul Sehir University Turkey
Oleh : Chairati Saleh, S.Ag., M.Ed
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UINSA

Hampir semua perguruan tinggi di Indonesia maupun dunia saling berkompetisi untuk meningkatkan kualitas baik pada aspek manajerial maupun aspek akademik. UIN Sunan Ampel Surabaya yang baru beralih status jelasnya juga melakukan berbagai upaya untuk menjadi Universitas yang berkualitas dan kompetitif. Alhamdulillah beberapa waktu lalu, UIN Sunan Ampel, dalam hal ini dileading sektori oleh  Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), berkesempatan untuk melakukan shortcourse ontotal quality management on Higher Education di Marmara University dan Istanbul Sehir University Turkeydari tanggal 18 – 25 Desember 2014 yang didanai oleh  Islamic Development Bank  (IDB).
Shortcourse ini cukup menarik karena dilaksanakan  di kampus Marmara University sebagai the old and the best Faculty of Theology (Agama) di Turkey, sedang pemateri yang dihadirkan merupakan para professor lulusan Eropa dan Amerika yang sangat berkompeten dalam Total Quality Management (TQM). Lebih dari itu, peserta mendapat kesempatan untuk belajar dan melihat langsung sistem pendidikan Tinggi  Islamdi sebuah negara yang penduduknya 99 % beragama islam namun sistem pemerintahannya  sekular. 
Hal ini menarik karena seperti diketahui bahwa UINSA Surbaya telah meneguhkan dirinya sebagai Universitas Islam yang mengintegrasikan Islamic science dan Ilmu lainnya seperti saintek, humaniora, dan social sciences yang kemudian disimbolisasikan dalam bentuk bangunan twintowers. Masalahnya adalah bagaimana pola integrasi agama dan keilmuan lainnya dalam sistem pendidikan Islam di Turkey?
Marmara dan Istanbul Sehir University, merupakan Universitas di Turkey yang mempunyai beberapa fakultas yang menaungi prodi umum dan agama seperti halnya beberapa UIN atau universitas non UIN di Indonesia. Uniknya, meski Turkey secara histroris merupakan  negara penyebar  Islam di Eropa dan pusat kebudayaan Islam di masa kejayaan Turkey Ottoman, tetapi secara fakultatif  tidak mengintegrasikan Islamic Studies dengan Social dan Science.  Misalnya Marmara dan Istanbul Sehir University adalah dua di antara sekian banyak universitas yang mempunyai Fakutas Teologi yang betul-betul terpisah dengan fakultas umum, seperti Fakultas Ekonomi, Kedokteran, Sosial politik dan lain-lain. Bahkan lokasi dari Ilahiyat Fakultesi (Fakultas Agama) Marmara University terpisah jauh dari fakultas-fakultas umum lainnya.
Meski begitu, Marmara University memberi peluang bagi mahasiswa yang berprestasi untuk mengambil double majors pada fakultas lain sebanyak 12 sks sejak semester 3 (tiga) hingga semester 8 (delapan). Misalnya: mahasiswa Fakultas Teologi bisa mengambil mata kuliah mayor pada Fakultas Ekonomi dan sebaliknya. Dengan demikian, setelah menyelesaikan studi mereka memiliki pilihan profesi lain dari profesi pokok yang ada di fakultas asalnya.
Hal ini tentunya berbeda dengan desain UIN Sunan Ampel yang secara fakultatif  mengintegrasikan rumpun keilmuan misalnya Tarbiyah dan Keguruan, Dakwah dan Komunikasi, Ushuluddin dan Filsafat, Ekonomi dan Bisnis Islam, Syariah dan Hukum dan sebagainya. Namun demikian mereka tetap melakukan integrasi keilmuan dalam konteks manhaj al-fikr (metodologi berfikir) yang didesain dalam kurikulum pendidikan. Misalnya di Istanbul Sehir University mereka mempunyai core curriculum programs atau di Indonesia adalah MPK  diantaranyaadalah critical thinking, mathematical reasoning, understanding social and culture, understanding science and technology, textual analysis : effective communication and academic writing dll. Semua matakuliah di atas diajarkan disemua fakultas termasuk Fakultas Teologi atau Agama. Secara implementatif para mahasiswa teologiakan menerapkan atau menggunakan perangkat berfikir tersebut untuk menganalisis dan mengerjakan tugas Islamic Sciences. Namun demikian, para mahasiswa di fakultas umum tidak mendapatkan matakuliah keagamaan, bahkan di hampir seluruh universitas di Turkey tidak mengajarkan Islamic studies di Fakultas umum. Ringkasnya, integrasi hanya dilakukan pada kurikulum Fakultas Teologi saja.
Hal ini jika diamati secara lebih detail, memang ada perbedaan social dan political background  antara Turkey dan Indonesia. Turkey meneguhkan sebagai negara sekuler sementara Indonesia  menggunakan ideologi Pancasila yang mengakomodir agama dalam sistem kenegaraan. Sehingga, perguruan tinggi di Turkey hanya berada dibawah kementerian pendidikan sementara di Indonesia pendidikan tinggi berada di bawah dua payung kementerian yaitu Kementerian Agama dan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi. Dari sini, melakukan integrasi keilmuan agama, sains, dan teknologi bagi pendidikan tinggi di Turkey,  tidak cukup memungkinkan  jika dilihat dari konteks hytorical block nya.
Syukur alhamdulillah, payung hukum pendidikan Indonesia memberikan keleluasaan bagi Perguruan Tinggi Agama (Islam) untuk melakukan pengintegrasian baik secara fakultatif maupun keilmuan antara Islamic Studies dan keilmuan umum baik dengan pola multidiscipliner, interdiscipliner maupun transdiscipliner. Sehingga hal ini menjadi sebuah ekselensi dan distingsi dari pendidikan tinggi di Indonesia yang berbeda dengan perguruan tinggi di negara lain. Setidaknya dalam pemahaman saya, keunikan dan distingsi ini akan memberikan benefit yang cukup besar bagi masyarakat khususnya lulusan PTAIN dan PTAIS  dalam menghadapi kehidupan global dan modern yang serba atomistik. (baca Atomisasi : Dominic S, 2004), diantaranya adalah spiritualisasi kehidupan dan keilmuan modern yang serba positivistic, eliminasi dikotomi sains dan agama, dan sebagai domain pentradisian  nilai-nilai Islam Indonesia rahmatan lil alamin.
Namun demikian apapun desain akademik yang ada di Turkey dan yang ada di negeri  ini, itu adalah sebuah pilihan yang didasari oleh argumen sosial, politik, dan sejarah yang berbeda. Hal penting yang harus dipahami adalah masing-masing perguruan tinggi harus mempertahankan kualitas sesuai dengan standar yang telah disepakati baik secara internal  masing-masing perguruan tinggi maupun standar kualitas nasional dan internasional. Masalahnya adalah bagaimana strategi untuk mencapai, meningkatkan, dan mempertahan kualitas tersebut.
Menurut American Society for Quality bahwa kualitas institusi dapat dilihat dari tiga hal yaitu: perkembangan yang berkelanjutan (continuous improvement), adanya peningkatan leadership serta peningkatan kerjasama atau partnership. Hal ini  dapat dilakukan melalui peningkatan standar mutu yang dikelola dengan empat perangkat manajemen yaitu plan, do, act, and check (Deming Cycle). Standar mutu yang pertama harus terkonsolidasikan dengan standar mutu yang kedua dan seterusnya dan selalu linier dengan perangkat Deming Cycle tersebut.
Deming Cycle ini cukup bagus untuk dijadikan acuan untuk melakukan Total Quality Managementdi UINSA Surabaya, baik untuk mengukur perkembangan implementasi standar internal, nasional maupun internasional. Untuk standar internal, seperti  diketahui bahwa UINSA Surabayamempunyai desain akademik khas integrated twin towers  yang semestinya sudah memiliki standar capaian dalam pengimplementasiannya. Misalnya,  kualitas capaian desain akademik 6 (enam) sertifikat kompetensi tambahan  yang ada di UINSA Surabayaharus menunjukkan continous improvement yang linier denganplan, do, act, and check secara terukur dan berkala. Lihat gambar di bawah ini :


Demikian  pula dalam melakukan TQM terhadap implementasi  standar nasional, dimana UINSA Surabayasudah mengadaptasi standar nasional yang dimiliki oleh KKNI dan BAN-PT.  Pula dalam melakukan TQM untuk  mencapai kualitas perguruan tinggi internasional yang  telah ditentukan dalam banyak standar seperti  Time Higher Eduation (THE) University Rankings,  Asian University Network (AUN), QS University Rangking, Webometrics, ICU dll. 
Dengan demikian UINSA Surabaya ke depan diharapkan akan menjadi Universitas Islam yang berciri khas integrasi keilmuan dengan model integrated twin towers, serta unggul dan kompetitif baik dalam skala nasional maupun internasional.