Lesson learned fromshortcourse on TQM in Marmara & Istanbul Sehir University Turkey
Oleh : Chairati Saleh, S.Ag., M.Ed
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UINSA
Hampir
semua perguruan tinggi di Indonesia maupun dunia saling berkompetisi
untuk meningkatkan kualitas baik pada aspek manajerial maupun aspek
akademik. UIN Sunan Ampel Surabaya yang baru beralih status jelasnya
juga melakukan berbagai upaya untuk menjadi Universitas yang berkualitas
dan kompetitif. Alhamdulillah beberapa waktu lalu, UIN Sunan Ampel,
dalam hal ini dileading sektori oleh Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), berkesempatan untuk melakukan shortcourse ontotal quality management on Higher Education di Marmara University dan Istanbul Sehir University Turkeydari tanggal 18 – 25 Desember 2014 yang didanai oleh Islamic Development Bank (IDB).
Shortcourse ini cukup menarik karena dilaksanakan di kampus Marmara University sebagai the old and the best Faculty of Theology
(Agama) di Turkey, sedang pemateri yang dihadirkan merupakan para
professor lulusan Eropa dan Amerika yang sangat berkompeten dalam Total
Quality Management (TQM). Lebih dari itu, peserta mendapat kesempatan
untuk belajar dan melihat langsung sistem pendidikan Tinggi Islamdi
sebuah negara yang penduduknya 99 % beragama islam namun sistem
pemerintahannya sekular.
Hal ini
menarik karena seperti diketahui bahwa UINSA Surbaya telah meneguhkan
dirinya sebagai Universitas Islam yang mengintegrasikan Islamic science dan Ilmu lainnya seperti saintek, humaniora, dan social sciences yang kemudian disimbolisasikan dalam bentuk bangunan twintowers. Masalahnya adalah bagaimana pola integrasi agama dan keilmuan lainnya dalam sistem pendidikan Islam di Turkey?
Marmara
dan Istanbul Sehir University, merupakan Universitas di Turkey yang
mempunyai beberapa fakultas yang menaungi prodi umum dan agama seperti
halnya beberapa UIN atau universitas non UIN di Indonesia. Uniknya,
meski Turkey secara histroris merupakan negara penyebar Islam di Eropa
dan pusat kebudayaan Islam di masa kejayaan Turkey Ottoman, tetapi
secara fakultatif tidak mengintegrasikan Islamic Studies dengan Social dan Science.
Misalnya Marmara dan Istanbul Sehir University adalah dua di antara
sekian banyak universitas yang mempunyai Fakutas Teologi yang
betul-betul terpisah dengan fakultas umum, seperti Fakultas Ekonomi,
Kedokteran, Sosial politik dan lain-lain. Bahkan lokasi dari Ilahiyat
Fakultesi (Fakultas Agama) Marmara University terpisah jauh dari
fakultas-fakultas umum lainnya.
Meski begitu, Marmara University memberi peluang bagi mahasiswa yang berprestasi untuk mengambil double majors
pada fakultas lain sebanyak 12 sks sejak semester 3 (tiga) hingga
semester 8 (delapan). Misalnya: mahasiswa Fakultas Teologi bisa
mengambil mata kuliah mayor pada Fakultas Ekonomi dan sebaliknya. Dengan
demikian, setelah menyelesaikan studi mereka memiliki pilihan profesi
lain dari profesi pokok yang ada di fakultas asalnya.
Hal ini
tentunya berbeda dengan desain UIN Sunan Ampel yang secara fakultatif
mengintegrasikan rumpun keilmuan misalnya Tarbiyah dan Keguruan, Dakwah
dan Komunikasi, Ushuluddin dan Filsafat, Ekonomi dan Bisnis Islam,
Syariah dan Hukum dan sebagainya. Namun demikian mereka tetap melakukan
integrasi keilmuan dalam konteks manhaj al-fikr (metodologi berfikir) yang didesain dalam kurikulum pendidikan. Misalnya di Istanbul Sehir University mereka mempunyai core curriculum programs atau di Indonesia adalah MPK diantaranyaadalah critical thinking, mathematical
reasoning, understanding social and culture, understanding science and
technology, textual analysis : effective communication and academic
writing dll. Semua matakuliah di atas diajarkan disemua fakultas
termasuk Fakultas Teologi atau Agama. Secara implementatif para
mahasiswa teologiakan menerapkan atau menggunakan perangkat berfikir
tersebut untuk menganalisis dan mengerjakan tugas Islamic Sciences.
Namun demikian, para mahasiswa di fakultas umum tidak mendapatkan
matakuliah keagamaan, bahkan di hampir seluruh universitas di Turkey
tidak mengajarkan Islamic studies di Fakultas umum. Ringkasnya, integrasi hanya dilakukan pada kurikulum Fakultas Teologi saja.
Hal ini jika diamati secara lebih detail, memang ada perbedaan social dan political background
antara Turkey dan Indonesia. Turkey meneguhkan sebagai negara sekuler
sementara Indonesia menggunakan ideologi Pancasila yang mengakomodir
agama dalam sistem kenegaraan. Sehingga, perguruan tinggi di Turkey
hanya berada dibawah kementerian pendidikan sementara di Indonesia
pendidikan tinggi berada di bawah dua payung kementerian yaitu
Kementerian Agama dan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi. Dari
sini, melakukan integrasi keilmuan agama, sains, dan teknologi bagi
pendidikan tinggi di Turkey, tidak cukup memungkinkan jika dilihat
dari konteks hytorical block nya.
Syukur
alhamdulillah, payung hukum pendidikan Indonesia memberikan keleluasaan
bagi Perguruan Tinggi Agama (Islam) untuk melakukan pengintegrasian baik
secara fakultatif maupun keilmuan antara Islamic Studies dan keilmuan umum baik dengan pola multidiscipliner, interdiscipliner maupun transdiscipliner. Sehingga
hal ini menjadi sebuah ekselensi dan distingsi dari pendidikan tinggi
di Indonesia yang berbeda dengan perguruan tinggi di negara lain.
Setidaknya dalam pemahaman saya, keunikan dan distingsi ini akan
memberikan benefit yang cukup besar bagi masyarakat khususnya lulusan
PTAIN dan PTAIS dalam menghadapi kehidupan global dan modern yang serba
atomistik. (baca Atomisasi : Dominic S, 2004), diantaranya adalah
spiritualisasi kehidupan dan keilmuan modern yang serba positivistic,
eliminasi dikotomi sains dan agama, dan sebagai domain pentradisian
nilai-nilai Islam Indonesia rahmatan lil alamin.
Namun
demikian apapun desain akademik yang ada di Turkey dan yang ada di
negeri ini, itu adalah sebuah pilihan yang didasari oleh argumen
sosial, politik, dan sejarah yang berbeda. Hal penting yang harus
dipahami adalah masing-masing perguruan tinggi harus mempertahankan
kualitas sesuai dengan standar yang telah disepakati baik secara
internal masing-masing perguruan tinggi maupun standar kualitas
nasional dan internasional. Masalahnya adalah bagaimana strategi untuk
mencapai, meningkatkan, dan mempertahan kualitas tersebut.
Menurut American Society for Quality bahwa kualitas institusi dapat dilihat dari tiga hal yaitu: perkembangan yang berkelanjutan (continuous improvement), adanya peningkatan leadership serta peningkatan kerjasama atau partnership. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan standar mutu yang dikelola dengan empat perangkat manajemen yaitu plan, do, act, and check (Deming Cycle).
Standar mutu yang pertama harus terkonsolidasikan dengan standar mutu
yang kedua dan seterusnya dan selalu linier dengan perangkat Deming
Cycle tersebut.
Deming Cycle ini cukup bagus untuk dijadikan acuan untuk melakukan Total Quality Managementdi
UINSA Surabaya, baik untuk mengukur perkembangan implementasi standar
internal, nasional maupun internasional. Untuk standar internal, seperti
diketahui bahwa UINSA Surabayamempunyai desain akademik khas integrated twin towers yang
semestinya sudah memiliki standar capaian dalam pengimplementasiannya.
Misalnya, kualitas capaian desain akademik 6 (enam) sertifikat
kompetensi tambahan yang ada di UINSA Surabayaharus menunjukkan continous improvement yang linier denganplan, do, act, and check secara terukur dan berkala. Lihat gambar di bawah ini :
Demikian
pula dalam melakukan TQM terhadap implementasi standar nasional,
dimana UINSA Surabayasudah mengadaptasi standar nasional yang dimiliki
oleh KKNI dan BAN-PT. Pula dalam melakukan TQM untuk mencapai kualitas
perguruan tinggi internasional yang telah ditentukan dalam banyak
standar seperti Time Higher Eduation (THE) University Rankings, Asian
University Network (AUN), QS University Rangking, Webometrics, ICU dll.
Dengan
demikian UINSA Surabaya ke depan diharapkan akan menjadi Universitas
Islam yang berciri khas integrasi keilmuan dengan model integrated twin towers, serta unggul dan kompetitif baik dalam skala nasional maupun internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar