Kamis, 23 Juni 2016

Pengembangan ABCD di UINSA

Pengembangan ABCD di UINSA: Refleksi Pelatihan Bersama Dee Brooks
Nadhir Salahuddin, MA
Dosen  FDK & PIU SILE, UINSA Surabaya
                Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan masyarakat. Melalui tridharma perguruan tinggi menyumbangkan bagaimana kemajuan masyarakat dapat dicapai. Peningkatan peran perguruan tinggi untuk kepentingan masyarakat diupayakan melalui penguatan Tridharma tersebut. Salah satu yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan berbagai pendekatan baru yang dianggap lebih tepat secara kontekstual. Dalam beberapa tahun terakhir, UIN Sunan Ampel Surabaya atas dukungan Supporting Islamic Leadership in Indonesia (SILE) telah mengujicobakan pendekatan dalam kegiatan pengabdian masyarakat, yaitu menggunakan asset-based community development (ABCD).
Uji coba ABCD untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) telah memasuki tahun kedua. Sementara itu mata kuliah ABCD juga telag masuk ke dalam kurikuluum program studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI). Beberapa skripsi juga telah menggunakan pendekatan ini untuk upaya pengembangan masyarakat yang dilaksanakan mahasiswa program studi PMI. Berbagai inisiatif pemanfaatan ABCD untuk berbagai kegiatan ini memerlukan dukungan agar terjadi penguatan. Kegiatan mengundang Dee Brooks, selaku direktur Jeder Institute dan Koordinator Jaringan ABCD Asia Pacific adalah dalam kerangka tersebut.
Pelatihan yang dilaksanakan selama lima hari tersebut mencakup setidaknya empat bidang. Pertama, diskusi mengenai bagaimana kebijakan dan program yang dapat mendukung terselenggaranya atau berkembangnya ABCD di UINSA, termasuk juga bagaimana keinginan UINSA menjadi perguruan tinggi yang memberikan inspirasi dan melayani kebutuhan perguruan tinggi atau lembaga lain dalam upaya-upaya berkaitan dengan pengembangan masyarakat maupun pengabdian masyarakat. Diskusi mengenai bagaimana ABCD sebagai sebuah pendekatan dapat diaplikasi lebih luas lagi adalah melalui diseminasi hasil-hasil praktek ABCD yang sudah dilakukan, baik di tingkat KKN maupun sampai pada program studi. Termasuk bagaimana buku pedoman KKN ABCD agar dapat disempurnakan agar lebih aplikatif pada konteks kegiatan selain ABCD juga merupakan kebutuhan agar UINSA siap menyediakan berbagai macam sumber kepada lembaga lainnya. Kesemua ini dimungkinkan dapat diwujudkan tatkala UIN Sunan Ampel memiliki ABCD center. Sebagai sebuah pusat yang tidak saja menyediakan sumber daya bagi aplikasi ABCD di lingkungan UIN Sunan Ampel, tetapi juga keluar lingkungan UINSA melalui ragam pola diseminasi dan publikasi.
Diskusi soal kebijaan juga menyinggung bagaimana ABCD dapat mewarnai pola pengabdian secara lebih luas. Tidak saja hanya diaplikasi untuk KKN saja, namun dapat diaplikasi pada bagaimana fungsi pembelajaran, penelitian serta pengabdian UIN Sunan Ampel. Kerangka berfikirnya adalah ketika UIN Sunan Ampel dapat memetakan segala aset, potensi dan kekuatan yang dimiliki lalu kemudian dihubungkan dengan aset dan kekuatan yang ada pada masyarakat, maka sesugguhnya yang terjadi adalah kegiatan yang saling menguatkan. Hal ini sejalan dengan renstra (rencana strategis) kemitraan univeritas dengan masyarakat yang dilandasi oleh visi terciptanya sebuah hubungan yang dekat dan saling memberikan manfaat antara perguruan tinggi dengan masyarakat.
Prof Abd A’la, M.Ag, Rektor UINSA dalam sambutan juga menegaskan bahwa pentingnya perguruan tinggi untuk peka dalam memberikan pengabdian kepada masyarakat. Berbagai upaya dalam menerapkan pola pendekatan dan metodologi yang dianggap tepat sangat penting dan harus didukung. UIN Sunan Ampel memandang bahwa pengabdian kepada masyarakat merupakan upaya meningkatkan kapasitas warga masyarakat untuk mampu menghadapai berbagai tantangan dalam kehidupannya. Perguruan tinggi memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini. Perguruan tinggi selayaknya dapat membuka diri untuk lebih aktif meihat berbagai fenomena sosial dihadapannya. Kejadian di Tolikara yang menjadi perhatian merupakan keprihatinan yang membutuhkan peran perguruan tinggi dalam menyelesaikannya. STAIN di sana menjadi lembaga yang beperan sangat penting, dan UIN Sunan Ampel Surabaya dapat berperan melalui STAIN tersebut dengan memperkenalkan pendekatan ABCD yang sangat berorientasi kepada kemampuan masyarakat.
Wilayah diskusi kedua adalah menyangkut manajemen atau pengelolaan. Bagaimanapun juga suatu program kerja yang baik tanpa ada dukungan kemampuan manajerial pengelolaan yang baik pula maka tentunya hasil yang diharapkan juga tidak akan dapat optimal. Diskusi banyak memasuki wilayah bagaimana pengelolan KKN yang lebih berdampak lebih lagi. Hal paling menarik dalam diskusi tersebut adalah mulai hangat dibicarakan bahwa kegiatan KKN tidak hanya untuk kepentingan mahasiswa melakukan pengabdian dan menggungurkan kewajiban saja. Tetapi merupakan sarana bagaimana perguruan tinggi dapat berbuat yang benar-benar dapat dirasakan nilai kemanfaatan kepada masyarakat. Banyak sekali gagasan-gagasan segar yang muncul dalam diskusi ini. Misalnya peluang dilaksanakan KKN yang dikelola oleh tingkat fakultas. Dasar pemikirannya adalah karena KKN merupakan kegiatan pembelajaran sehingga harus kuat disain pembelajaran yang terkandung didalamnya. Untuk memastikan bagaimana kegiatan pembelajaran, maka peran fakultas melalui wakil dekan bidang akademik sangat diperlukan. Kegiatan pengabdian dipahami akan semakin membawa dampak yang lebih baik di masyarakat, ketika dilaksanakan dengan muatan keilmuan sesuai yang dipelajari oleh mahasiswa. Ide ini dimatangkan oleh meja dimana yang berkumpul adalah para pimpinan fakultas.  Semangat untuk bagaimana agar KKN dapat lebih optimal lagi memang harus dibicarakan lebih serius. Mengingat kegiatan ini juga sarat akan tantangan-tantangan yang seringkali persoalanya adalah teknis. Hal ini banyak diungkapkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM, terutama oleh PPM (Pusat Pengabdian kepada Masyarakat). LPPM sendiri menegaskan bahwa kedepan kegiatan KKN akan diupayakan ditawarkan tidak hanya setahun sekali, mengingat untuk mengakomodir kepentingan jadwal perkuliahan mahasiswa, serta kepentingan administrasi di kabupaten. Selain itu KKN juga nanti akan dilaksanakan secara tematik dan dicoba untuk masuk pada wilayah-wilayah tertentu yang selama ini belum pernah terkena pelaksanaan KKN tersebut. Manajemen KKN juga menjadi perhatian dalam kerangka tahapan kerja sebelum pelaksanaan, saat dilaksanakan dan setelah dilaksanakan.
Narasumber juga memberikan contoh implementasi ABCD dalam konteks masyarakat Australia. Dee Brooks yang juga bagian dari Family Action Program di Universitas Newcastle Australia ini memberikan contoh bagaimana kegiatan pendampingan dia kepada keluarga yang tinggal di Karavan. Kegiatan ini menggunakan pendekatan ABCD dan merupakan kegiatan pengabdian serta penelitian secara terintegrasi. Ini merupakan disain integrasi diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada UIN Sunan Ampel Surabaya untuk dikembangkan sebagaimana sesuai dengan rencana pengembangan UIN Sunan Ampel Surabaya yang tertuang dalam rencana strategis bisnis.
Cakupan pelatihan yang lebih mendalam masuk pada penggunaan berbagai alat maupun teknik dalam melaksanakan pengembangan masyarakat, Misalnya appreciative inquiry sebagai sebuah alat untuk membangkitkan kesadaran masyarakat bahwa selama ini mereka kurang memanfaatkan apa-apa yang mereka punyai dan kekuatan yang ada. Metode pengungkapan dan pemberian penghargaan atas kemampuan dana pa yang dipunyai masyarakat menjadi sebuah teknik penyadaran masyarakat atas aset yang mereka miliki. Diskusi-diskusi soal bagaimana merumuskan pertanyaan yang dapat membangkitkan, memberikan inspirasi dan menggerakkan orang masuk pada wilayah pelatihan. Narasumber tidak hanya memberikan contoh pertanyaan, melainkan peserta diberi kesempatan untuk merumuskan pertanyaan dan mendiskusikannya di kelas. Peluang ini memberikan kesempatan kepada kesemua peserta pelatihan untuk mendapatkan pengalaman betapa pentingnya membentuk sebuah pertanyaan. Kemampuan peserta dalam membuat pertanyaan terasah karena dalam pelatihan ini juga dilaksanakan dengan praktek secara langsung. Tidak hanya bagi peserta dari kalangan UIN Sunan Ampel yang terdiri dari para pimpinan fakultas, LPPM, tetapi sampai kepada tim pembimbing KKN ABCD. Bagi pembimbing KKN ABCD kegiatan ini sangat membantu mengasah ketrampilan mereka, dan berharap dapat memberikan arahan kegiatan ABCD yang lebih tepat. Lebih-lebih lagi bagi pokja yang juga hadir perwakilan mereka beserta wakil komunitas dampingan.
Selain teknik membuat pertanyaan dalam appreciative inquiry, peserta pelatihan juga mendapatkan berbagai teknik lain seperti learning conversation, lalu bagaimana menghubungkan antara aset individu, komunitas dan organisasi, serta mencoba mereleksikan bagaimana di konteks masyarakat Indonesia, maupun praktek pokja. Peserta juga banyak berbagi bagaimana tantangan yang mereka hadapi ketika mencoba mengungkapkan kebaikan yang ada di masyarakat Misalnya, ketika masyarakat selalu mengajak orang luar melihat kebutuhan dan kekurangan yang ada dalam dirinya.
Pokja sendiri sebagai kelompok masyarakat yang sedang dalam kegiatan pengembangan masyarakat sangat antusias mencoba mendiskusikan bagaimana aplikasi teknik sesuai dengan konteks yang sedang mereka hadapi. Salah seorang wakil komunitas mencoba mendikusikan bagaimana tantangan masyarakat ketika kebutuhan dasar mereka soal air tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah setempat. Pertanyaan adalah bagaimana menghadapi situasi seperti ini?. Perwakilan masyarakat tersebut juga menjelaskan bagaimana terjadi kejadian alam yang membuat ketersediaan air dan penyalurannya menjadi terganggu di desanya. Masyarakat tentu berharap adanya bantuan dari luar dalam menghadapi persoalan ini. Untuk merespon hal ini, Dee Brooks malah menantang peserta untuk dapat merumuskan bagaimana aplikasi appreciative inquiry dalam konteks kehidupan masyarakat dimana kebutuhan dasar mereka tidak dipenuhi. Sangat menarik adalah bahwa narasumber menegaskan pentingnya masyarakat memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan aset dan kekuatan yang mereka punyai untuk memperjuangkan apa yang seharusnya mereka dapatkan. Jadi wilayah masyarakat menjadi seorang warga negara yang aktif jelas tersoroti sebagai bagian dari focus proyek sile dalam diskusi ini.
Wilayah diskusi keempat yang juga tidak kalah hangat didiskusikan adalah bagaimana ABCD di UIN Sunan Ampel Surabaya dapat dipastikan keberlangsungannya. Tentu yang dimaksudkan adalah ABCD sebagai sebuah prinsip dan pendekatan umum dari upaya pengembangan masyarakat. Bukan sebagai instrument, alat, metode atau teknik yang sifat sangat teknis saja. Pada umumnya peserta banyak mengusulkan adanya sebuah pusat khusus yang menangani ini. Melalui pusat ini senantiasa akan selalu ada update dan upaya-upaya mengarusutamakan ABCD sebagai sebuah pendekatan.  Selain itu kerjasama-kerjasama yang mungkin dibangun juga menjadi agenda pembicara bagaimana ABCD yang dikembangkan UIN Sunan Ampel tetap dapat berlangsung, termasuk bagaimana membangun kemitraan baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Keberlangsungan ABCD sudah pasti akan dapat terjaga melalui mata kuliah baik itu berbentuk KKN di UINSA dan mata kuliah ABCD di Program Studi PMI. Oleh karena itu, Dee Brooks berkesempatan menyinggung review kedua mata kuliah tersebut walaupun hanya sekilas saja karena keterbatasan waktu. Dee Brooks berkomitmen membantu UIN Sunan Ampel dan menunggu bagaimana cerita sukses aplikasi ABCD di UINSA. Semoga penggiat-penggiat ABCD berkenan membagikan pengalamannya melalui tulisan-tulisan yang memberikan inspirasi.nn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar