Oleh: Dr. Hj. Zumrotul Mukaffah, M. Ag.
Wakil Rektor II
Salah satu perkembangan yang
membanggakan dari manajemen penganggaran di dunia perguruan tinggi
belakangan ini adalah munculnya model manajemen penganggaran berbasis
kinerja. Sebuah model yang lebih diorientasikan pada output ketimbang input
dan proses saja; sebuah model yang diorientasikan pada produktivitas
kerja yang berujung pada peningkatan pelayanan kepada costumer dan terwujudnya layanan prima.
Produk dari model manajemen penganggaran kontemporer ini, dikenal dengan istilah sistem remunerasi.
Dalam sistem remunerasi ini karyawan selalu didorong untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja maupun
kepribadiannya. Dengannya terjadi optimalisasi pendayagunaan sumber daya
secara efektif, efisien dan produktif guna mencapai tujuan institusi
atau perguruan tinggi. Model baru manajemen penganggaran ini direspon
positif oleh pihak Kementerian Agama RI untuk meningkatkan mutu
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
Seturut dengan itu, di penghujung tahun
2013, Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menggelar
pertemuan dengan para Pengelola keuangan Perguruan Tinggi Keagamaan
Islam Negeri (PTKIN), mulai Wakil Rektor, Kepala Biro, Bagian
Perencanaan, Bagian Keuangan, Kasubbag, hingga Bendahara Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang berstatus Badan Layanan Umum,
se-Indonesia. Mereka kemudian menggagas implementasi remunerasi di
lingkungan PTKIN yang berstatus BLU dengan exemplar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Satker yang memang telah memberlakukan sistem remunerasi.
Sejak saat itu, UIN Sunan Ampel (UINSA)
bergegas untuk mempersiapkan segala dokumen persyaratan pengajuan
remunerasi yang harus dimiliki oleh Satker BLU, seperti Rencana Strategi
Bisnis (RSB), Standar Pelayanan Minimum (SPM), Standar Biaya Keluaran
(SBK), hingga Standar Biaya Masukan (SBM) dalam bentuk Tarif Layanan.
Rencana Strategi Bisnis (RSB) 2014-2019
pun kelar disusun di akhir tahun 2013, dan disempurnakan pada awal
tahun 2014. RSB ini yang selanjutnya dipedomani oleh seluruh Pimpinan,
Pelaksana Akademik, Pelaksana Administrasi, Pelaksana Lembaga dan unit
Pelaksana Teknis di UIN Sunan Ampel dalam merumuskan Rencana Bisnis dan
Anggaran (RBA) dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) UIN Sunan Ampel yang
disusun setiap tahun. Standar Pelayanan Minimum (SPM) telah dimiliki
oleh UIN Sunan Ampel sejak tahun 2009 sebelum diusulkannya UIN sebagai
BLU. Namun dengan adanya perubahan status IAIN Sunan Ampel menjadi UIN
Sunan Ampel, maka SPM UINSA saat ini sedang dalam proses penyempurnaan
menyesuaikan perubahan nomenklatur bersama-sama dengan perubahan
nomenklatur status Badan Layan IAIN menjadi Badan Layanan Umum
Universitas.
Standar Biaya Keluaran yang semula akan
diusulkan secara mandiri oleh UINSA, akhirnya diusulkan secara bersama
oleh seluruh PTKIN melalui forum Wakil Rektor/Ketua bidang AUPK dan
forum Perencanaan PTKIN yang secara kebetulan sedang mengusulkan SBK.
Forum ini yang akhirnya melahirkan Standar Biaya Keluaran yang berlaku
di PTKIN Kementerian Agama dengan nomor: S-39/MK.02/2015. S-39. SBK
ini kemudian menjadi pedoman para pengelola PTKIN dalam menetapkan
satuan biaya yang akan dikeluarkan mulai dari dokumen perencanaan hingga
pelaporan keuangan, disamping yang telah ditetapkan dalam Standar Biaya
Umum yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dalam setiap tahunnya.
Sedangkan Tarif Layanan UIN Sunan Ampel
yang proses penyusunan proposalnya dimulai di tahun 2014, selanjutnya
diusulkan ke Kementerian Agama untuk dilanjutkan usulannya ke
Kementerian Keuangan, ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dalam bentuk
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 67/PMK.05/2015
tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya pada Kementerian Agama. PMK Tarif ini menjadi pedoman
seluruh Pimpinan, Pelaksana Akademik, Pelaksana Administrasi, Pelaksana
Lembaga dan unit Pelaksana Teknis di UIN Sunan Ampel dalam menggali
sumber-sumber pendapatan negara bukan pajak (PNBP), baik yang bersumber
dari masyarakat, hasil usaha bisnis UINSA, hasil kerjasama, maupun
pendapatan lainnya yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundangan yang
berlaku.
Selain persiapan dokumen di atas,
perubahan status Institut menjadi Universitas Sunan Ampel juga menuntut
adanya perubahan dari dari sisi kelembagaan. Perubahan ini terurai di
PMA nomor: 8 tahun 2014 tentang Organisasi dan tata Kerja (Ortaker) UIN
Sunan Ampel. Jumlah fakultas semula lima (5) menjadi sembilan (9),
Lembaga semula satu menjadi ada dua (2), Lembaga Penjaminan Mutu (LPM)
dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), juga Satuan
Pemeriksa Intern (SPI), UPT yang semula tiga (3) menjadi tujuh (7).
Alhamdulillah, dengan semangat dan kerja
keras dokumen-dokumen yang dibutuhkan sebagai syarat pengajuan sistem
remunerasi UINSA telah siap di tahun 2014. Selanjutnya UINSA dihadapkan
pada sebuah pekerjaan maha besar yang membutuhkan energi luar biasa
yaitu persiapan UINSA menyambut Remunerasi sebagai salah satu pathway untuk mencapai cita-cita Universitas “menjadi universitas unggul, kompetitif, dan bertaraf internasional”.
Remunerasi sebagaimana disebutkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman
Penetapan Remunerasi, merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji,
honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon,
dan /atau pensiun. Remunerasi diberikan dalam rangka meningkatkan
kinerja lembaga yang telah terurai dalam Rencana Strategi Bisnis (RSB),
dijabarkan setiap tahunnya dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam
bentuk RBA-RKA, diterjemahkan oleh masing-masing pegawai dalam Sasaran
Kinerja Pegawai (SKP) dan pelaksanaannya tergambar dalam Laporan Kerja
Harian (LKH).
Remunerasi di UINSA, sebagaimana
kebijakan Rektor, Prof. Dr. Abd. A’la, M.Ag dalam arahannya kepada Tim
Penyusun Proposal Remunerasi, dirancang untuk mengembangkan sistem
kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang mensejahterakan. Yang
dimaksud dengan kesejahteraan yang berkeadilan adalah remunerasi
diberikan secara proporsional sesuai dengan capaian kinerja dengan
mempertimbangkan pangkat, jabatan, tugas, fungsi dan resiko dalam
struktur dan tata kerja organisasi UINSA. Dengan pola seperti ini
diharapkan dapat membangkitkan semangat kerja Aparatur Sipil Negara
(ASN), dan berdampak pada peningkatan kinerja lembaga, sehingga
sumber-sumber pendapatan UINSA semakin bertambah, dan pada akhirnya
mampu mensejahterakan semua warga kampus.
Berbeda dengan Tunjangan Kinerja yang
tidak berlaku untuk pegawai yang berfungsi sebagai dosen dengan tugas
tambahan, tugas khusus dan fungsional dosen, Rektor UINSA mengambil
kebijakan agar remunerasi dapat berlaku untuk semuanya, yang diamini
oleh para Wakil Rektor bidang AUPK di 15 PTKIN PKBLU untuk selanjutnya
menjadi kebijakan para Rektor. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
kesenjangan kesejahteraan antar unsur ASN dalam PTKIN PPKBLU, sehingga
setiap unsur ASN baik pendidik dan tenaga kependidikannya, dapat
bersinergi, seiring seirama dalam menjalankan tugas fungsinya menuju
Visi UINSA. Rektor juga memberikan arahan agar, remunerasi yang
diusulkan kepada kementerian Keuangan melalui Kementerian Agama
besarannya minimal sama dengan Tunjangan Kinerja yang selama ini telah
diterimakan kepada para pejabat fungsional umum, eselon II, III, dan IV,
serta pejabat fungsional tertentu, sehinggga tidak mengurangi semangat
kerja para ASN di UINSA.
Remunerasi dengan prinsip
“kesejahteraan yang berkeadilan” ini diharapkan mampu menjadi motivasi
kepada semua ASN di UINSA khususnya, untuk memberikan layanan prima kepada seluruh stake holders dan mempersembahkan visi UINSA pada bangsa dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar