Kamis, 23 Juni 2016

Remunerasi Berkeadilan: Pathway Pewujudan Visi UINSA (1)

UINSA Menuju Remunerasi (Bag.1)
Oleh: Dr. Hj. Zumrotul Mukaffah, M. Ag.
Wakil Rektor II
Salah satu perkembangan yang membanggakan dari manajemen penganggaran di dunia perguruan tinggi belakangan ini adalah munculnya model manajemen penganggaran berbasis kinerja. Sebuah  model yang lebih diorientasikan pada   output ketimbang input   dan   proses saja; sebuah model yang diorientasikan pada produktivitas kerja yang berujung pada peningkatan   pelayanan kepada costumer  dan terwujudnya layanan prima.
Produk dari model manajemen penganggaran kontemporer ini, dikenal dengan istilah  sistem remunerasi. Dalam sistem remunerasi ini karyawan selalu didorong untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja maupun kepribadiannya. Dengannya terjadi optimalisasi pendayagunaan sumber daya secara efektif, efisien dan produktif guna mencapai tujuan institusi atau perguruan tinggi.  Model baru manajemen penganggaran ini direspon positif oleh pihak Kementerian Agama RI untuk meningkatkan mutu Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
Seturut dengan itu, di penghujung tahun 2013, Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menggelar pertemuan dengan para Pengelola keuangan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN),  mulai Wakil Rektor, Kepala Biro, Bagian Perencanaan, Bagian Keuangan, Kasubbag, hingga Bendahara Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang berstatus Badan Layanan Umum, se-Indonesia. Mereka kemudian menggagas implementasi remunerasi di lingkungan PTKIN yang berstatus BLU dengan exemplar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Satker yang memang telah memberlakukan sistem remunerasi.  
Sejak saat itu, UIN Sunan Ampel (UINSA) bergegas untuk mempersiapkan segala dokumen persyaratan pengajuan remunerasi yang harus dimiliki oleh Satker BLU, seperti Rencana Strategi Bisnis (RSB), Standar Pelayanan Minimum (SPM), Standar Biaya Keluaran (SBK), hingga Standar Biaya Masukan (SBM) dalam bentuk Tarif Layanan.
Rencana Strategi Bisnis (RSB) 2014-2019  pun kelar disusun di akhir tahun  2013, dan disempurnakan pada awal tahun 2014. RSB ini yang selanjutnya dipedomani oleh seluruh Pimpinan, Pelaksana Akademik, Pelaksana Administrasi, Pelaksana Lembaga dan unit Pelaksana Teknis di UIN Sunan Ampel dalam merumuskan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) UIN Sunan Ampel yang disusun setiap tahun.  Standar  Pelayanan Minimum (SPM) telah dimiliki oleh UIN Sunan Ampel sejak tahun 2009 sebelum diusulkannya UIN sebagai BLU. Namun dengan adanya perubahan status IAIN Sunan Ampel menjadi UIN Sunan Ampel, maka SPM UINSA saat ini sedang dalam  proses penyempurnaan  menyesuaikan perubahan nomenklatur bersama-sama dengan perubahan nomenklatur status Badan Layan IAIN menjadi Badan Layanan Umum Universitas.
Standar Biaya Keluaran yang semula akan diusulkan  secara mandiri oleh UINSA, akhirnya diusulkan secara bersama oleh seluruh PTKIN melalui forum Wakil Rektor/Ketua bidang AUPK dan forum Perencanaan PTKIN yang secara kebetulan sedang mengusulkan SBK. Forum ini yang akhirnya melahirkan Standar Biaya Keluaran yang berlaku di PTKIN Kementerian Agama dengan  nomor: S-39/MK.02/2015. S-39.  SBK ini kemudian menjadi pedoman para pengelola PTKIN dalam menetapkan satuan biaya yang akan dikeluarkan mulai dari dokumen perencanaan hingga pelaporan keuangan, disamping yang telah ditetapkan dalam Standar Biaya Umum yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dalam setiap tahunnya.
Sedangkan Tarif Layanan UIN  Sunan Ampel yang proses penyusunan proposalnya dimulai di tahun 2014, selanjutnya diusulkan ke Kementerian Agama untuk dilanjutkan usulannya  ke Kementerian Keuangan, ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dalam bentuk Peraturan  Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 67/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada Kementerian Agama. PMK Tarif ini menjadi  pedoman seluruh Pimpinan, Pelaksana Akademik, Pelaksana Administrasi, Pelaksana Lembaga dan unit Pelaksana Teknis di UIN Sunan Ampel dalam menggali sumber-sumber pendapatan negara bukan pajak (PNBP), baik yang bersumber dari masyarakat, hasil usaha bisnis UINSA, hasil kerjasama, maupun pendapatan lainnya yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Selain persiapan dokumen di atas, perubahan status Institut menjadi Universitas Sunan Ampel juga menuntut adanya perubahan dari dari sisi kelembagaan. Perubahan ini terurai di PMA nomor: 8 tahun 2014 tentang Organisasi dan tata Kerja (Ortaker) UIN Sunan Ampel. Jumlah fakultas semula lima (5) menjadi sembilan (9), Lembaga semula satu menjadi ada dua (2), Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), juga Satuan Pemeriksa Intern (SPI), UPT yang semula tiga (3) menjadi tujuh (7).
Alhamdulillah, dengan semangat dan kerja keras dokumen-dokumen yang dibutuhkan sebagai syarat  pengajuan sistem remunerasi UINSA telah siap di tahun 2014. Selanjutnya UINSA dihadapkan pada  sebuah pekerjaan  maha besar yang membutuhkan energi luar biasa yaitu persiapan UINSA menyambut Remunerasi sebagai salah satu pathway untuk mencapai cita-cita Universitas “menjadi universitas unggul, kompetitif, dan bertaraf internasional”.
Remunerasi sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi, merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan /atau pensiun. Remunerasi diberikan dalam rangka meningkatkan kinerja lembaga yang telah terurai dalam Rencana Strategi Bisnis (RSB), dijabarkan setiap tahunnya dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk RBA-RKA, diterjemahkan oleh masing-masing pegawai dalam Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan pelaksanaannya tergambar dalam Laporan Kerja Harian (LKH).
Remunerasi di UINSA, sebagaimana kebijakan Rektor, Prof. Dr. Abd. A’la, M.Ag dalam arahannya kepada Tim Penyusun Proposal Remunerasi, dirancang untuk mengembangkan sistem kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang mensejahterakan. Yang dimaksud dengan kesejahteraan yang berkeadilan adalah remunerasi diberikan secara proporsional sesuai dengan capaian kinerja dengan mempertimbangkan pangkat, jabatan, tugas, fungsi dan resiko dalam struktur dan tata kerja organisasi UINSA.  Dengan pola seperti ini diharapkan dapat membangkitkan semangat kerja Aparatur Sipil Negara (ASN), dan berdampak pada peningkatan kinerja lembaga, sehingga sumber-sumber pendapatan UINSA semakin bertambah, dan pada akhirnya mampu mensejahterakan semua warga kampus.
Berbeda dengan Tunjangan Kinerja yang tidak berlaku untuk pegawai yang berfungsi sebagai dosen dengan tugas tambahan, tugas khusus dan fungsional dosen, Rektor UINSA mengambil kebijakan agar remunerasi dapat berlaku untuk semuanya, yang diamini oleh para Wakil Rektor bidang AUPK di 15 PTKIN PKBLU untuk selanjutnya menjadi kebijakan para Rektor. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesenjangan kesejahteraan antar unsur ASN dalam PTKIN PPKBLU, sehingga setiap unsur ASN baik pendidik dan tenaga kependidikannya, dapat bersinergi, seiring seirama dalam  menjalankan tugas fungsinya menuju Visi UINSA. Rektor juga memberikan arahan agar, remunerasi yang diusulkan kepada kementerian Keuangan melalui Kementerian Agama besarannya minimal sama dengan Tunjangan Kinerja yang selama ini telah diterimakan kepada para pejabat fungsional umum, eselon II, III, dan IV, serta pejabat fungsional tertentu, sehinggga tidak mengurangi semangat kerja para ASN di UINSA.
Remunerasi dengan prinsip  “kesejahteraan yang berkeadilan”  ini diharapkan mampu menjadi motivasi kepada semua ASN di UINSA khususnya, untuk memberikan layanan prima  kepada seluruh stake holders dan mempersembahkan visi UINSA pada bangsa dan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar